The Manipulative Student

StudentsSiswa yang suka memanipulasi, dengan sengaja menghindar untuk melakukan tugas-tugasnya. Mereka pun seolah-olah telah siap dengan jawaban-jawaban yang dapat dipercaya setiap harinya mengenai alasan mengapa mereka tidak mengerjakan pekerjaan rumah atau mengerjakan tugas dalam jumlah yang lebih sedikit. Siswa yang manipulatif ini berpikir bahwa mereka harus bermain menjadi detektif untuk dapat memperbaharui alasan-alasan mereka. Bahkan siswa dengan tipe ini tidak segan-segan untuk mengubah nilai rapor mereka untuk nilai yang jelek.

Siswa yang manipulatif menikmati usaha-usaha manipulatif yang mereka lakukan dan merasa bangga telah melakukannya. Mereka merasa telah mengalahkan sistem sekolah, mengerjakan tugas sesedikit mungkin. Tujuan mereka datang ke sekolah adalah untuk bersosialisasi di kelas dan meremehkan tugas-tugas akademik. Mereka berpikir, tugas-tugas sekolah tidak memberikan keuntungan positif bagi mereka dan hanya siswa lugu yang mengerjakan tugas-tugas sekolahnya.

Siswa dengan karakteristik ini, tidak menyadari dampak dari perilaku mereka untuk jangka panjang. Mereka dapat menjadi siswa yang “kalah” pada masa-masa yang akan datang karena pengetahuan mereka tidak bertambah seperti teman-teman sekelasnya dan mungkin akan memiliki masalah yang besar untuk dapat lulus dari tes kompetensi di tingkat lanjutan atas.

Yang harus dilakukan oleh siswa manipulatif untuk mengejar ketertinggalan mereka karena kebiasaan belajar yang buruk adalah dengan mengikuti tutorial dan kelas malam. Orangtua juga diharapkan lebih berperan untuk memeriksa tugas-tugas harian anak dan memastikan bahwa mereka menyelesaikan tugas-tugas sekolah mereka sendiri.

The Disorganized Student

StudentsThe Disorganized student adalah siswa yang seolah-olah tidak dapat menempatkan sesuatu secara terorganisir. Permasalahan di sekolah muncul bagi siswa tipe ini adalah ketika mereka mulai berhadapan dengan mata pelajaran yang lebih beragam dengan guru yang berganti-ganti. Permasalahan ini mulai tampak nyata pada sekolah lanjutan tingkat pertama dan atas dimana siswa dituntut untuk memiliki perencanaan, pengorganisasian dan penetapan prioritas.

Siswa dengan tipe ini biasanya memiliki intensi yang baik. Bila mereka ingat untuk menuliskan tugas-tugas mereka dan membawa buku yang diperlukan ke rumah, mereka memiliki kesempatan yang baik untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. Namun hambatannya, kadang-kadang hanya sebagian tugas saja yang mereka tuliskan karena ketika mereka pindah ke ruang lain di rumah mereka, tugas-tugas berikutnya menjadi terlupakan. Siswa dengan tipe ini bukanlah siswa yang malas atau penentang. Mereka hanya kelihatan tidak dapat menyatukan semuanya secara bersamaan. Mereka biasanya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah mereka namun seringkali tidak lengkap dan jarang dikumpulkan tepat waktu. Hambatan yang biasanya terjadi adalah tugas-tugas tersebut tertinggal di rumah, sudah diletakkan di tas namun mereka mengalami kesulitan untuk menemukannya atau kehilangan buku-buku mereka. Orangtua siswa yang tidak terogranisir ini hampir frustrasi dan cepat hilang kesabaran karena mereka sudah mengupayakan berbagai cara, namun tidak menunjukkan hasil.

Ketidakteraturan pada anak ini dapat dipengaruhi oleh kombinasi nature (faktor genetik yang dibawa oleh anak ketika mereka lahir) dan nurture (apa yang diajarkan oleh lingkungan). Keluarga tidak dapat melakukan apa-apa terhadap aspek genetik, namun dapat mengubahnya dari lingkungan rumah. Anak dapat belajar untuk hidup dalam sistem perorganisasian sekolah yang realistik dan masuk akal. Orangtua dapat memotivasi anak secara ekternal setiap hari dengan menggunakan konsekuensi positif dan negatif secara konsisten, seperti pemberian reward dan punishment. Yang dapat mereka lakukan adalah mengajarkan anak mengenai sistem keterampilan belajar hingga membentuk suatu kebiasaan yang dapat dipercayakan kepada anak.

The Chameleon Student

StudentsYaitu siswa yang suka berubah-ubah. 

Siswa yang suka berubah-ubah adalah tipe anak yang paling sulit. Perubahan yang terjadi dalam diri anak menyebabkan sepertinya terdapat lebih dari satu anak dalam dirinya.

Siswa tipe ini, seperti halnya bunglon yang mangadaptasi warna kulitnya dengaan keadaan alam, beradaptasi dengan tuntutan guru dan orang tua dengan harapan berhasil di kelas dengan usaha yang seminimal mungkin.

Siswa bunglon, akan membaca karakteristik guru dan orang tua dan kemudian beradaptasi dengan cara mereka mendidik. Terhadap guru yang memiliki keteraturan dan disiplin dalam menjalankan kelasnya, siswa bunglon akan bersikap konsisten dalam mengerjakan tugasnya dan dengan demikian berhasil dalam pelajaran tersebut.

Demikian juga dalam menghadapi orang tua yang konsisten dan tegas, anak akan bersikap patuh. Akan tetapi, terhadap guru yang tidak terorganisasi dengan baik dan tidak konsisten dalam memberikan tugas, ia akan mengeluarkan upaya yang kecil dalam mengerjakan tugas-tugasnya dan bergantung pada teman sekelasnya sehingga kemudian, nilai yang dicapai dalam pelajaran menjadi rendah.

Dalam menghadapi orang tua yang tidak tegas, anak akan mengambil kesempatan dan mencoba untuk melarikan diri dari situasi.Dapat disimpulkan, dalam lingkungan yang otoritatif dimana terdapat kontrol sepenuhnya dari guru atau orang tua, siswa bunglon akan ikut teratur dalam belajarnya dan mengeluarkan upaya yang maksimal untuk dapat berhasil. Akan tetapi dalam lingkungan yang bebas (laissez-faire) dimana tidak ada kontrol dari guru atau orang tua, siswa akan mengeluarkan upaya yang seminimal mungkin dan  menunjukkan tingkah laku yang tidak baik.

Dengan demikian, setelah mengetahui karakteristik siswa bunglon, maka yang yang harus dilakukan untuk menghadapinya adalah, mengantisipasi celah (jadwal yang tidak jelas, guru yang tidak terorganisasi dengan baik) dan membuat rencana bagi siswa sehingga tidak terjadi manipulasi. Mengecek perkembangan anak melalui laporan bulanan dan selalu berkomunikasi dengan guru adalah salah satu dari beberapa cara untuk mengisi celah yang ada.