The Rebellious Student

StudentsThe Rebellious Student atau disebut juga siswa penentang. Siswa yang menentang senang melakukan tindakan yang berlawanan dari yang diminta oleh orangtua atau guru. Mereka cukup pandai untuk memahami apa yang diinginkan orangtua maupun guru dan mencari cara bagaimana melawannya. Orangtua menggambarkan anak yang berada dalam kelompok ini sebagai anak yang pandai, keras kepala dan memutuskan untuk menghindari atau tidak mematuhi aturan-aturan.

Siswa penentang sangat bergairah untuk melakukan hal-hal tertentu hanya untuk membuat kedua orangtua atau guru mereka jengkel. Kadang-kadang mereka benar-benar berusaha untuk menjadi patuh tetapi mereka tidak dapat menahan perasaan untuk melakukan pertentangan. Mereka berpikir bahwa mereka lah yang menetapkan aturan-aturan dan mereka dengan tenangnya menerima segala bentuk hukuman-hukuman yang diberikan untuk menunjukkan pada guru atau orangtua bahwa mereka tidak dapat dipaksa untuk melakukan sesuatu, bahkan bila mereka harus berhadapan dengan hal-hal yang diminatinya.  Tampaknya karakteristik siswa penentang ini berhubungan dengan faktor genetik, yaitu dalam menentukan karakter keras kepala yang ekstrim.

Dalam menangani siswa dengan karakteristik penentang, orangtua maupun guru perlu menetapkan batasan-batasan dan arahan-arahan. Mungkin akan terjadi percekcokan ketika batasan-batasan tersebut diterapkan pertama kalinya, namun waktu akan mengubah perilaku mereka selama mereka merasa mendapatkan batasan yang cukup adil. Caranya adalah dengan membiarkan mereka merasakan bahwa mereka memiliki suatu pilihan terhadap hasil yang akan didapat. Batasan-batasan dan konsekuensi yang ditetapkan harus konsisten baik di sekolah maupun di rumah. Pemberian hukuman tidak akan bermanfaat karena hanya akan membuat perilaku yang tidak tepat terus berlanjut bahkan memperkuat perilaku tersebut.

Siswa yang penentang ini akan berubah ketika sekali mereka melihat bahwa mereka dapat mengontrol lingkungan dengan perilaku yang tepat, mereka akan cenderung menjadi lebih patuh ingin mengikuti program yang diberikan. Kecenderungan mereka untuk menjadi keras kepala mungkin akan menetap, tetapi mereka belajar memperhalus perilaku mereka untuk mengontrol lingkungan dengan sikap yang lebih positif.

The Manipulative Student

StudentsSiswa yang suka memanipulasi, dengan sengaja menghindar untuk melakukan tugas-tugasnya. Mereka pun seolah-olah telah siap dengan jawaban-jawaban yang dapat dipercaya setiap harinya mengenai alasan mengapa mereka tidak mengerjakan pekerjaan rumah atau mengerjakan tugas dalam jumlah yang lebih sedikit. Siswa yang manipulatif ini berpikir bahwa mereka harus bermain menjadi detektif untuk dapat memperbaharui alasan-alasan mereka. Bahkan siswa dengan tipe ini tidak segan-segan untuk mengubah nilai rapor mereka untuk nilai yang jelek.

Siswa yang manipulatif menikmati usaha-usaha manipulatif yang mereka lakukan dan merasa bangga telah melakukannya. Mereka merasa telah mengalahkan sistem sekolah, mengerjakan tugas sesedikit mungkin. Tujuan mereka datang ke sekolah adalah untuk bersosialisasi di kelas dan meremehkan tugas-tugas akademik. Mereka berpikir, tugas-tugas sekolah tidak memberikan keuntungan positif bagi mereka dan hanya siswa lugu yang mengerjakan tugas-tugas sekolahnya.

Siswa dengan karakteristik ini, tidak menyadari dampak dari perilaku mereka untuk jangka panjang. Mereka dapat menjadi siswa yang “kalah” pada masa-masa yang akan datang karena pengetahuan mereka tidak bertambah seperti teman-teman sekelasnya dan mungkin akan memiliki masalah yang besar untuk dapat lulus dari tes kompetensi di tingkat lanjutan atas.

Yang harus dilakukan oleh siswa manipulatif untuk mengejar ketertinggalan mereka karena kebiasaan belajar yang buruk adalah dengan mengikuti tutorial dan kelas malam. Orangtua juga diharapkan lebih berperan untuk memeriksa tugas-tugas harian anak dan memastikan bahwa mereka menyelesaikan tugas-tugas sekolah mereka sendiri.

The Disorganized Student

StudentsThe Disorganized student adalah siswa yang seolah-olah tidak dapat menempatkan sesuatu secara terorganisir. Permasalahan di sekolah muncul bagi siswa tipe ini adalah ketika mereka mulai berhadapan dengan mata pelajaran yang lebih beragam dengan guru yang berganti-ganti. Permasalahan ini mulai tampak nyata pada sekolah lanjutan tingkat pertama dan atas dimana siswa dituntut untuk memiliki perencanaan, pengorganisasian dan penetapan prioritas.

Siswa dengan tipe ini biasanya memiliki intensi yang baik. Bila mereka ingat untuk menuliskan tugas-tugas mereka dan membawa buku yang diperlukan ke rumah, mereka memiliki kesempatan yang baik untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. Namun hambatannya, kadang-kadang hanya sebagian tugas saja yang mereka tuliskan karena ketika mereka pindah ke ruang lain di rumah mereka, tugas-tugas berikutnya menjadi terlupakan. Siswa dengan tipe ini bukanlah siswa yang malas atau penentang. Mereka hanya kelihatan tidak dapat menyatukan semuanya secara bersamaan. Mereka biasanya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah mereka namun seringkali tidak lengkap dan jarang dikumpulkan tepat waktu. Hambatan yang biasanya terjadi adalah tugas-tugas tersebut tertinggal di rumah, sudah diletakkan di tas namun mereka mengalami kesulitan untuk menemukannya atau kehilangan buku-buku mereka. Orangtua siswa yang tidak terogranisir ini hampir frustrasi dan cepat hilang kesabaran karena mereka sudah mengupayakan berbagai cara, namun tidak menunjukkan hasil.

Ketidakteraturan pada anak ini dapat dipengaruhi oleh kombinasi nature (faktor genetik yang dibawa oleh anak ketika mereka lahir) dan nurture (apa yang diajarkan oleh lingkungan). Keluarga tidak dapat melakukan apa-apa terhadap aspek genetik, namun dapat mengubahnya dari lingkungan rumah. Anak dapat belajar untuk hidup dalam sistem perorganisasian sekolah yang realistik dan masuk akal. Orangtua dapat memotivasi anak secara ekternal setiap hari dengan menggunakan konsekuensi positif dan negatif secara konsisten, seperti pemberian reward dan punishment. Yang dapat mereka lakukan adalah mengajarkan anak mengenai sistem keterampilan belajar hingga membentuk suatu kebiasaan yang dapat dipercayakan kepada anak.