Seorang yang arif atau bijaksana tidak bereaksi segera secara ekstrim terhadap suatu stimulus, sebelum ia menelaahnya lebih dari dua sisi. Pendapatnya terukur, tidak berlebihan, tidak fanatik. Melihat sesuatu maka ia ingin mengetahui keadaannya, riwayatnya dan kemungkinan-kemungkinannya. Ia tidak melompat dan menerkam sesuatu yang baru sebagai suatu yang menggantikan apa yang telah ada seluruhnya; ia akan mempertimbangkannya lebih dahulu. Orang yang arif dapat membedakan apa yang harus segera dihadapi dan apa yang dapat ditunda, lalu bekerja sesuai dengan itu. Ia dapat memahami mengapa seseorang bersikap atau bertindak seperti itu. Ia mengenal manusia. Kearifan tidak dapat dipisahkan dari keadilan dan kejujuran.
Sumber:
- Harsono. 2006. Kearifan dalam Transformasi Pembelajaran: Dari Teacher-centered ke Students-centered Learning. Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia. Vol. 1 (1).
Ping-balik: Quotes « Learning how to learn
“Seorang yang arif atau bijaksana tidak bereaksi segera secara ekstrim terhadap suatu stimulus, sebelum ia menelaahnya lebih dari dua sisi”.
Pada umumnya, orang yang arif adalah orang yang berpendidikan. Karena, kearifan dapat dicapai dengan pendidikan. Tetapi tidak semua orang yang berpendidikan itu arif. gt x y??? unk lbih ljasnya, eh! jlasnya bs ditnya k P. Arif x y? he, he, he
hehehe.. bisa aja ibu ini… bener bu, sangat disayangkan, banyak orang yang berpendidikan tapi menjadi tidak arif karena arogansi keilmuannya… :((