Anak-anak sering merasa tertekan dengan harapan orangtuanya. Orangtua seringkali tidak bisa memahami bahwa anak mereka ternyata salah paham akan harapan mereka. Seperti ada jarak antara harapan yang dikatakan orangtua dengan penerimaan anak. Dalam hal ini, ditekankan pentingnya klarifikasi yang tepat atas harapan orangtua.
Harapan orangtua tentang nilai-nilai moral, perilaku sosial, tanggung jawab pekerjaan sekolah pada anak harus dinyatakan dengan jelas. Seringkali orangtua berasumsi bahwa anaknya dapat mengetahui apa yang diharapkannya tanpa perlu penjelasan yang eksplisit. Tetapi, sebaliknya ada orangtua yang terlalu banyak bicara tentang harapannya sehingga menimbulkan perdebatan yang terus menerus.
Pengharapan yang terlalu banyak (atau terlalu sedikit) dapat membuat salah paham antara orangtua dan anak.
Apabila harapan tidak dinyatakan secara jelas, anak hanya dapat berasumsi bahwa suatu perilaku yang mendapat pujian berarti merupakan perilaku yang memang diharapkan, sedangkan perilaku yang mendapat hukuman adalah perilaku yang mengecewakan (tidak diharapkan) orangtua. Pujian dan hukuman untuk perilaku orang lain (teman/saudara) juga akan dipersepsikan sebagai bentuk harapan orangtua terhadap mereka. Anak-anak juga dapat menjadi bingung dan akhirnya percaya bahwa harapan yang mereka miliki adalah juga harapan orangtua mereka. Jadi, ketika suatu saat mereka kecewa akan prestasi mereka, anak-anak merasa bahwa mereka tidak dapat memenuhi harapan orangtuanya. Berikut ini adalah salah satu contohnya:
Alison sering menolak untuk masuk sekolah, ia merasa kecewa dengan dirinya sendiri dan merasa bahwa orangtuanya juga kecewa akan dirinya. Alison berpikir bahwa ibunya berharap dia selalu mendapat nilai A pada pelajarannya.
Ketika hal tersebut dikonfirmasikan pada sang ibu, ternyata ibu Alison tidak keberatan kalau ia mendapat nilai B atau bahkan C, ia hanya berusaha memberi semangat kepada Alison. Tetapi Alison merasa bahwa ibunya berharap ia selalu dapat A, hal ini dikarenakan kakak lelakinya yang selalu mendapat nilai A dan dari pengamatannya kakaknya selalu dipuji sebagai siswa yang pandai. Alison berasumsi bahwa pujian ibunya kepada kakaknya adalah juga harapan ibu terhadapnya.
Untuk membangkitkan harapan anak, orangtua dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
- hilangkan/minimalkan konflik yang ada,
- membuat persetujuan antara anak dan orangtua,
- tingkatkan kepercayaan diri anak, dan
- klarifikasi bentuk harapan orangtua.
Harapan akan menjadi sesuatu yang sangat kompleks, apabila tidak dinyatakan secara spesifik. Bentuk harapan haruslah yang realisitis dan sesuai dengan kemampuan anak dan dapat dicapai oleh anak secara efektif.
Nilai-nilai harapan yang mendasar harus dinyatakan secara jelas, terang dan sederhana kepada anak.
Mereka harus memahami dengan tepat nilai-nilai apa yang diharapkan harus diikuti, dan nilai-nilai mana yang dapat mereka tentukan/pilih sendiri. Peraturan yang dibuat harus positif dan sederhana, karena semakin banyak peraturan, semakin anak merasa dirinya tidak dipercaya.
Perilaku anak harus selalu dipantau, sehingga dapat dipastikan bahwa mereka selalu mengikuti aturan yang berlaku, tetapi apabila suatu ketika mereka melanggarnya, orangtua jangan berdebat dengan anak, cukup dikatakan bahwa orangtua merasa kecewa atas ketidakjujuran mereka atau atas usaha yang rendah dari mereka.
Orangtua meng-indikasikan pada anak bahwa orangtua mengharapkan anaknya di masa depan tidak melanggar nilai-nilai tersebut, dan akan ada konsekuensi negatif kalau anak tidak mengikuti standar yang ada. Tetapi perlu diingat, hal ini jangan dinyatakan di depan teman sebayanya atau di depan saudaranya karena hanya akan mempermalukan anak dan memancing persaingan antar saudara. Orangtua tidak boleh membandingkan anak dengan saudara-saudaranya.
Bahan Rujukan:
Rimm, S. B. (2008). How to Parent So Children Will Learn: Strategies for Raising Happy, Achieving Children. Great Potential Press, Inc.