Resume Buku:
THE SIXTH SENSE OF CHILDREN: NURTURING YOUR CHILD’S INTUITIVE ABILITIES (Oleh Litany Burns)
Bab 2
SEBUAH “JIWA DEWASA” DALAM TUBUH SEORANG ANAK
Pada bab ini dibahas mengenai adanya “jiwa/roh yang dewasa” pada tubuh seorang anak. Karena keberadaannya itu, secara intuisi mereka kadangkala dapat bertindak bijaksana, mampu berpikir kreatif dan bersikap layaknya orang dewasa jauh di atas usia mereka yang sebenarnya.
“Jiwa yang dewasa” ini atau di dalam buku ini disebut “old soul” dapat bertindak bertindak seperti laki-laki dewasa atau perempuan dewasa kecil. Tindakan-tindakan mereka kadangkala mengejutkan kita sebagai orang dewasa. Begitu bijaksana, mampu menjelaskan hal-hal seperti mengapa orang seharusnya tidak berperang, walaupun dengan cara anak-anak tetapi mempunyai makna perenungan yang dalam.
“Jiwa dewasa” tersebut berdasarkan buku ini dikatakan sebagai anugrah Tuhan, sehingga tanpanya (tanpa “soul” tersebut), maka anak-anak sepertinya “tidak lengkap” terisolasi dan tidak terhubung dengan dunia luar, kepekaannya terhadap kehidupan menjadi kurang dan terbatas.
Secara intuisi seorang anak dapat merasakan adanya “hubungan jiwa” di dalam setiap mahluk hidup. Sejak lahir, badan fisik menjadi “rumah” dari jiwa untuk berhubungan dengan dunia luar/dunia fisik melalui bahasa, ide-ide, pikiran dan emosi, dan berinteraksi dengan “jiwa-jiwa” lain yang terdapat pada “badan-badan fisik” lainnya.
Jiwa yang mempunyai begitu banyak pengetahuan, cinta dan kebijaksanaan berada dalam tubuh yang belum bisa belajar berjalan, bicara dll. Lama-kelamaan akan terintegrasi antara keduanya.
( The Family as A Learning Place)
Keluarga sebagai tempat belajar
Ketika seorang anak lahir dan menjadi anggota baru dari keluarganya, berinteraksi dengan orang dewasa akan sangat membantu anak belajar bagaimana beradaptasi dan belajar tentang dunia.
Anak-anak lebih banyak belajar pada tingkat spiritual, dapat mengingatkan orang dewasa tentang tidak terbatasnya hubungan jiwa dengan dunia, karenanya tidak ada hubungannya dengan perbedaan fisik dan usia tetapi lebih kepada perbedaan pengetahuan, kebijaksanaan, potensi, intelegensi dan cinta.
Pada buku ini disebutkan bahwa terdapat ikatan-ikatan spiritual yang lebih khusus antara seorang anak dengan satu atau lebih anggota keluarganya. Misalnya seorang cucu merasa lebih dekat dengan kakeknya, seorang anak remaja dapat belajar dari saudara kandungnya. Interaksi sehari-hari antara orangtua, anak dan kerabat menciptakan situasi dimana semuanya dapat saling belajar dan mengajar orang sekitarnya. Setiap anggota keluarga dapat membagi pengalamannya kepada anggota keluarga yang lain.
Tidak semua keluarga sempurna seperti hal di atas, ada perbedaan pada setiap individu, seringkali timbul konflik, perpecahan. Suasana pertengkaran dapat memicu perubahan terhadap pengertian, perhatian bahkan perasaan cinta dalam keluarga.
Seorang anak perempuan dapat merasa lebih dekat pada ayahnya tanpa alasan tertentu, ata seorang ibu merasa lebih sayang kepada dua anak diantara kelima anaknya walaupun semuanya ia cintai. Seorang anak angkat lebih dekat dengan neneknya atau saudaranya. Mereka terhubung satu sama lain lebih dalam sebagai jiwa maupun sebagai badan. Saudara kandung lebih sayang dengan salah satu saudara kandung lainnya, mungkin karena adanya kesamaan pikiran, ide-ide atau gagasan. Ikatan jiwa kadangkala lebih dalam atau lebih dekat daripada ikatan fisik dalam keluarga dan bersifat nonverbal. Misalnya seorang nenek lebih sayang kepada cucunya daripada kepada anaknya.
Posisi anak pada hirarki keluarga juga dapat membantu perkembangan jiwanya. Anak yang di tengah mungkin memerlukan untuk mengembangkan kemampuan diplomasi dan berbagi, dan ia juga dapat secara tidak langsung mengajarkan orangtuanya mengenai kesabaran. Anak bungsu perlu mengembangkan kemandirinan, dan secara bersamaan dengan itu mengajarkan pada orangtuanya untuk belajar melepaskannya. Seorang kakak perempuan mungkin secara emosional tidak dewasa dibandingkan adiknya, dua orang saudara laki-laki dapat saja masing-masing mempunyai hubungan yang berbeda dengan orangtuanya walaupun jarak usianya tidak jauh berbeda.
Setiap jiwa ingin berbagi potensi unik yang ada pada dirinya di setiap orang, keluarga, sehingga terjadi saling berbagi perhatian dan kerjasama antara sesama anggota keluarga.
Pittelkow (2000) dalam bukunya Discover the Gift and Talents in Your Child juga menyatakan bahwa keluarga, orangtua harus bisa menciptakan suasana lingkungan yang kaya akan rangsangan-rangsangan yang mendukung anak untuk bebas meng-eksplorasi lingkungan tersebut, juga memerlukan orang dewasa yang mau mendengarkan dan menjawab pertanyaannya. Beberapa faktor yang dapat memunculkan talenta anak (intuisi salah satunya) adalah faktor fisik, psikis, lingkungan sekitar (berdasarkan Gagne termasuk yaitu: geografi, demografi, lingkungan sosial), jumlah anggota keluarga, status sosial ekonomi keluarga, orang sekitar, guru, mentor, saudara kandung, oarngtua, teman sebaya, berbagai aktivitas yang mendukung talenta anak, membangun konsep diri mereka menjadi konsep diri yang positif.